Layar
Terkembang menceritakan tentang dua bersaudara yang memiliki sifat
yang sangat berbeda bagaikan siang dan malam. Sang kakak, Tuti,
adalah seorang guru sekaligus aktivis pergerakan wanita. Sifatnya
yang serius dan teliti berbanding terbalik dengan adiknya Maria.
Maria adalah gadis yang ceria, terbuka dan menikmati hidup apa
adanya. Meskipun begitu, mereka hidup rukun dan saling menyayangi.
Suatu
hari Tuti dan Maria dipertemukan dengan seorang mahasiswa sekolah
Tabib Tinggi (Sekolah Kedokteran) yang bernama Yusuf. Perkenalan yang
sebentar dan tidak disengaja itu ternyata sangat membekas di hati,
terutama bagi Yusuf. Tanpa disadari, dirinya tertarik dengan Maria
hingga semenjak itu ia rajin menjemput Maria untuk berangkat bersama
ke sekolah dan mengunjungi rumahnya untuk sekadar bertemu.
Ketika
Yusuf pulang ke kampung halamannya di Sumatera untuk berlibur, ia
merasa ada ruang hampa di dalam hatinya. Tapi begitu ia menerima
surat dari Maria yang sedang berlibur di rumah saudaranya di Bandung,
ruang yang kosong itu langsung terisi kembali. Saat itu juga ia
memutuskan untuk menyusul Maria ke Bandung.
Maria
yang tidak menyangka akan kedatangan Yusuf, terkejut dan tidak dapat
menyembunyikan kegembiraannya melihat pemuda yang akhir-akhir itu
selalu ada di pikirannya. Akhirnya dua remaja yang saling menyukai
dalam diam itu memutuskan untuk berjalan-jalan melihat keindahan air
terjun Dago sekaligus melepas rindu karena tidak bertemu satu sama
lain selama beberapa waktu.
Tak bisa
dipungkiri, hati Yusuf sudah tidak bisa lagi menahan perasaannya
kepada gadis manis itu dan akhirnya ia dengan pelan tapi pasti
menyuarakan isi hatinya. Maria yang memang sudah menunggu-nunggu
perkataan Yusuf itu tidak menolak dan mereka pun menjadi sepasang
kekasih.
Seperti
pasangan-pasangan kekasih lainnya, Maria sedang dimabuk cinta.
Dirinya tak dapat henti-hentinya memikirkan Yusuf dan mengingat-ingat
kembali perjalanan mereka di Dago. Pikirannya yang sedang kalut itu
membuat dirinya menjadi suka melamun dan pelupa. Hal ini dimanfaatkan
Rukamah, saudara mereka, untuk menjahilinya. Tuti pun terkadang ikut
tertawa melihat perubahan drastis dari adiknya itu.
Namun
lama kelamaan Tuti menjadi kurang setuju dengan sikap adiknya yang
terlalu mencintai kekasihnya itu. Menurutnya seorang wanita tidak
boleh terlalu bergantung dengan pria sehingga tidak akan dibodohi.
Adiknya yang mendengar nasehat tersebut menjadi tersinggung dan
akhirnya mereka terlibat adu mulut.
Maria
merasa pandangan Tuti harus diubah. Ia menyinggung tentang masa lalu
percintaan kakaknya yang gagal menjalin hubungan dengan Hambali meski
sempat bertunangan. Kegagalan itu disebabkan karena Hambali merasa
Tuti tidak peduli dengan dirinya. Sedangkan Tuti sendiri sebenarnya
butuh seseorang yang dapat mengerti dan mendukung cita-citanya
sebagai aktivis pergerakan wanita.
Semenjak
bertengkar dengan Maria, sikap Tuti menjadi berubah. Dirinya merasa
sepi dan hampa karena di satu sisi dirinya sudah jarang mengobrol
dengan Maria yang sibuk dengan Yusuf. Padahal adiknya itu adalah
salah satu orang yang menjadi teman obrolnya selama ini. Di satu sisi
dirinya mau tidak mau mengakui bahwa diam-diam ia cemburu dan iri
hati karena melihat adiknya yang sukses menjalin hubungan percintaan
sedangkan ia sendiri selalu gagal karena prinsip-prinsip yang
dipegang teguh olehnya.
Selama
beberapa waktu Tuti mengalami perang batin yang sangat melelahkan
karena ia tidak dapat henti-hentinya memikirkan masa lalunya.
Pendiriannya juga menjadi goyah dan sering kali ia melamun dan
termenung. Bahkan terkadang karena terlalu banyak pikiran, Tuti
menjadi lemah dan hilang tenaga.
Namun
perlahan tapi pasti pola pikir Tuti mulai berubah. Ditambah lagi
muncul sosok pemuda yang lembut dan bersahaja yaitu Supomo guru muda
yang baru enam bulan kembali dari Belanda yang ternyata jatuh hati
kepadanya. Kehadiran Supomo ini membuat pikirannya kalut karena
sesungguhnya Tuti ingin menerima cinta Supomo, tapi ia masih
terbayang-bayang akan prinsip hidupnya sebagai wanita tangguh.
Sehingga setelah mempertimbangkan masak-masak, Tuti memutuskan untuk
menolaknya. Dirinya tidak mau menerima Supomo hanya karena ketakutan
menjadi seorang perawan tua.
Di
tengah-tengah ketidakjelasan pikiran dan batinnya tersebut, Tuti
harus menerima kenyataan yang pahit. Maria terserang penyakit malaria
dan TBC. Begitu lemah dan parah kondisinya hingga harus dirawat di
luar Jakarta. Wiriatmaja, ayah mereka, Tuti dan Yusuf sangatlah
terpukul mengetahui hal ini, mengingat Yusuf dan Maria sudah
bertunangan dan hendak melangsungkan pernikahan dalam waktu dekat.
Tapi apalah daya, Maria yang lincah dan ceria itu harus menghabiskan
waktunya di rumah sakit.
Tuti
yang sudah lebih terbuka itu bahkan rela meninggalkan kongres
organisasinya demi menjenguk Maria yang hari demi hari makin lemah
fisiknya. Yusuf dan Tuti sebenarnya sudah mulai khawatir dengan
kondisi Maria tersebut. Tapi mereka tetap berpikir positif dan
memberi Maria semangat. Maria sendiri sudah pasrah dan terkadang
dirinya berpikir yang bukan-bukan, tapi ia masih terus memotivasi
dirinya sendiri dan berjuang sampai akhir.
Seringnya
mereka bersama-sama pergi menjenguk Maria, perlahan-lahan tumbuh tali
persaudaraan yang lebih erat dari sebelumnya di antara Yusuf dan
Tuti. Mendekati ajalnya, Maria berpesan kepada Yusuf dan Tuti bahwa
ia ingin kakak dan tunangannya itu menikah sebab ia tidak rela orang
yang dicintainya itu mencari orang lain. Akhirnya Yusuf dan Tuti
menyanggupinya dan ternyata itu benar-benar permintaan terakhir Maria
sebab nyatanya itulah kehendak Yang Mahakuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar